“Laut Bercerita”: Mengingat yang Hilang, Menghidupkan Kemanusiaan
Jourxada-PLG Novel “Laut Bercerita” karya dari Leila S. Chudori telah diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada tahun 2017. Novel ini sendiri mengisahkan perjuangan Biru Laut, seorang aktivis mahasiswa pada masa Orde Baru di Indonesia. Melalui kisah ini, pembaca dapat memahami bagaimana perjuangan dan pengorbanan para aktivis muda dapat menjadi salah satu bagian penting dari sejarah kelam bangsa ini.
(Sumber : https://www.tempo.co/hiburan/novel-laut-bercerita-karya-leila-s-chudori-itu-sedih-banget-814141 )
Novel “Laut Bercerita” karya Leila S. Chudori merupakan sebuah novel yang sangat menggugah hati dan pikiran. Melalui kisah aktivis muda bernama Biru Laut dan kawan-kawannya, yaitu Alex, Sunu, Anjani, dll. Penulis dapat membawa pembaca menyelami masa kelam sejarah Indonesia pada era 1990-an, pada saat Presiden H. Muhammad Soeharto menjabat. Masa ketika kebebasan berpikir dibungkam dan perjuangan menuntut keadilan dibayar dengan nyawa. Dengan gaya bahasa yang indah dan puitis, Leila berhasil menghidupkan suasana penuh duka dan harapan para korban, dalam sebuah novel.
Dalam novel ini, terdapat dua bagian. Bagian pertamanya, berisi mengenai oeristiwa ketika Biru Laut dan teman-temannya, yaitu Alex, Sunu, dan Anjani diam-diam menyebarkan selebaran berisi kritik terhadap pemerintah. Adegan itu menggambarkan betapa beraninya mereka melawan ketakutan demi menyuarakan kebenaran. Namun keberanian itu dibayar mahal. Suatu malam, mereka diculik oleh orang-orang tak dikenal. Leila menuliskan adegan penyiksaan dengan cara yang begitu menyayat hati. Misalnya, saat Biru Laut merenung di ruang gelap, ia berkata dalam hati bahwa, “di dalam gelap, waktu berhenti berdetak.” Kalimat itu menjadi simbol betapa perjuangan mereka seolah terhenti di tengah keheningan yang kelam.
Bagian kedua novel ini beralih ke sudut pandang Asih, adik dari Biru Laut. Melalui tokoh ini, pembaca dapat melihat bagaimana keluarga korban hidup dalam ketidakpastian. Salah satu ilustrasi yang menyentuh adalah ketika Asih dan ibunya datang ke pantai, menatap laut yang tenang, sembari berharap laut mau mengembalikan Biru Laut yang telah hilang. Adegan sederhana itu menyimpan makna mendalam. Laut menjadi saksi bisu dari mereka yang tak pernah kembali, tetapi kisahnya terus bergema di hati keluarga dan sahabat yang ditinggalkan.
Tema utama dalam “Laut Bercerita” adalah perjuangan, kemanusiaan, dan kehilangan. Biru Laut digambarkan sebagai sosok yang cerdas dan berani, Asih digambarkan sebahai orang yang tegar, serta sahabat-sahabatnya yang menunjukkan solidaritas. Latar tempatnya mengambil suasana Indonesia pada akhir masa Orde Baru dan awal Reformasi Indonesia, dimana padasaat itu pembungkaman memang terjadi dimana-mana. Gaya bahasa yang digunakan Leila S. Chudori cenderung terasa puitis, sehingga mampu membawa pembaca larut dalam emosi yang mendalam.
Kelebihan novel ini terletak pada dalamnya pesan yang telah disampaikan. Leila sendiri berhasil menghidupkan peristiwa sejarah yang kelam, menjadi sebuah kisah yang sangat spektakuler. Leila juga dapat membuat pembaca merasakan hal yang dirasakan oleh para tokoh di sana. Meski demikian, bagi sebagian pembaca muda, alurnya mungkin terasa lambat dan bahasanya yang terasa agak berat bagi anak muda seusia mereka. Serta alurnya yang dibuat maju-mundur, terkadang juga membuat pembaca merasa kebingungan dan harus kembali ke halaman yang sebelumnya agar mereka dapat mengerti apa yan gsedang dibahas..
Secara keseluruhan, novel “Laut Bercerita” adalah kisah tentang mereka yang berani bersuara meski mengalami pembungkaman. Novel ini juga menunjukkan, betapa kejamnya pemerintah Indonesia pada saat itu, khususnya mengenai HAM (Hak Asasi Manusia). Novel ini sendiri layak dibaca oleh semua kalangan, baik dari para pelajar, mahasiswa, dan siapa pun yang ingin memahami bahwa keberanian dan kebenaran akan selalu menemukan jalannya, seperti laut yang tak pernah berhenti bercerita.
(*MIA/JXD/10/25)





